📖 Materi Ulūmul Qur’ān: al-‘Ām wa al-Khāṣ

1. Pengertian ‘Ām dan Khāṣ

a. Definisi ‘Ām menurut ulama:

  1. Imam al-Jurjānī dalam al-Ta‘rīfāt:

    العَامّ هو اللفظ المستغرق لجميع ما يصلح له من غير حصر
    “‘Ām adalah lafaz yang mencakup seluruh yang pantas masuk ke dalamnya tanpa ada batasan.”

  2. Al-Suyūṭī dalam al-Itqān:

    هو اللفظ الدال على مسمى شائع في جنسه دلالة تستغرق جميع أفراده
    “‘Ām adalah lafaz yang menunjukkan makna umum pada suatu jenis dengan makna yang mencakup semua individunya.”

  3. Al-Āmidī:

    هو اللفظ الواحد الدال على مسميات كثيرة دفعة واحدة
    “‘Ām adalah satu lafaz yang menunjukkan banyak makna sekaligus dalam satu waktu.”

👉 Jadi, ‘Ām = lafaz yang cakupannya luas dan meliputi semua individu tanpa pengecualian.


b. Definisi Khāṣ menurut ulama:

  1. Al-Jurjānī:

    الخاص هو اللفظ الموضوع لمعنى واحد بعينه
    “Khāṣ adalah lafaz yang ditetapkan untuk satu makna tertentu.”

  2. Al-Suyūṭī dalam al-Itqān:

    ما دلّ على فرد واحد أو عدد محصور
    “Khāṣ adalah lafaz yang menunjukkan satu individu atau jumlah tertentu dan terbatas.”

  3. Ibn Qudāmah:

    الخاص ما لا يتناول إلا ما وضع له
    “Khāṣ adalah lafaz yang tidak mencakup kecuali makna yang ditetapkan untuknya saja.”

👉 Jadi, Khāṣ = lafaz yang cakupannya terbatas pada individu tertentu.


2. Bentuk-bentuk ‘Ām

Para ulama ushul fiqh dan ulūmul Qur’ān menyebutkan bahwa lafaz umum (‘Ām) bisa datang dalam berbagai bentuk:

  1. Dengan lafaz jamak ma‘rifah bil-lām

    • Contoh:

      ﴿إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴾ [al-‘Aṣr: 2]
      “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”
      Kata al-insān di sini bersifat umum, mencakup seluruh manusia.

  2. Dengan isim mufrad ma‘rifah bil-lām jins

    • Contoh:

      ﴿وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا﴾ [an-Nisā’: 28]

  3. Dengan lafaz jamak nakirah dalam konteks nafi (peniadaan) atau larangan

    • Contoh:

      ﴿فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ﴾ [al-Baqarah: 197]
      Semua bentuk rafats, fusuq, dan jidal tercakup.

  4. Dengan lafaz isim syarth, istifhām, maushūl

    • Contoh:

      • Syarth: ﴿مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ﴾ [an-Nisā’: 123]

      • Istifhām: ﴿فَأَيَّ آيَاتِ اللَّهِ تُنْكِرُونَ﴾ [Ghāfir: 81]

      • Maushūl: ﴿وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ﴾


3. Bentuk-bentuk Khāṣ

  1. Nama orang tertentu

    • Contoh: ﴿مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ﴾ [al-Fatḥ: 29]

  2. Bilangan tertentu

    • Contoh: ﴿فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ﴾ [al-Baqarah: 196]

  3. Sifat tertentu

    • Contoh: ﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ﴾ [at-Tawbah: 60]


4. Hubungan ‘Ām dan Khāṣ

Dalam ulūmul Qur’ān dan ushul fiqh, pembahasan ini sering muncul dalam istilah takhaṣṣuṣ al-‘ām (pengkhususan lafaz umum).

Bentuk takhṣīṣ (pengkhususan):

  1. Takhṣīṣ dengan nash Qur’ān

    • Contoh:

      • Ayat umum: ﴿وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا﴾ [al-Mā’idah: 38]

      • Dikhususkan dengan hadits: “Tidak ada potong tangan kecuali jika mencapai seperempat dinar.”

  2. Takhṣīṣ dengan Sunnah

    • Contoh:

      • Ayat: ﴿يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ﴾ [an-Nisā’: 11] → semua anak dapat warisan.

      • Dikhususkan dengan hadits: “Tidak ada warisan bagi pembunuh.”

  3. Takhṣīṣ dengan Ijma‘

    • Contoh:

      • Ayat: ﴿وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاء ذَلِكُمْ﴾ [an-Nisā’: 24]

      • Dikhususkan dengan ijma‘ haramnya menikahi nenek, cucu perempuan, dll.

  4. Takhṣīṣ dengan ‘Aql (akal)

    • Contoh:

      • Ayat: ﴿اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ [az-Zumar: 62]

      • Dikhususkan, karena Allah tidak termasuk makhluk.


5. Faidah Mempelajari ‘Ām dan Khāṣ

  1. Memahami hukum syar‘i dengan tepat, agar tidak salah paham terhadap ayat yang umum.

  2. Menghindari pertentangan antara dalil, karena banyak ayat yang zahirnya umum tetapi dibatasi oleh dalil lain.

  3. Mengetahui keluasan makna al-Qur’ān dan fleksibilitasnya dalam hukum.

  4. Menjadi dasar ijtihad fiqh bagi para mujtahid.


6. Contoh Praktis

  • Ayat ‘Ām:
    ﴿وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا﴾ → umum, semua pencuri.

  • Ayat Khāṣ:
    “لا قطع إلا في ربع دينار فصاعدًا” → khusus, hanya pencurian bernilai ≥ ¼ dinar.

👉 Hasilnya: ayat umum dipersempit dengan hadits khusus.


📌 Kesimpulan:

  • ‘Ām = lafaz mencakup semua individu tanpa batasan.

  • Khāṣ = lafaz terbatas pada individu tertentu.

  • Keduanya sering bertemu dalam nash Qur’ān dan Sunnah, sehingga penting dipahami untuk menghindari salah istinbāṭ hukum.

1. Definisi Al-Qur’an

Para ulama memberikan definisi yang beragam namun saling melengkapi:

  • Menurut ulama ushul fiqh:
    اَلْقُرْآنُ هُوَ كَلَامُ اللهِ الْمُنَزَّلُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّفْظِ الْعَرَبِيِّ، الْمَكْتُوْبُ فِي الْمَصَاحِفِ، الْمَنْقُوْلُ إِلَيْنَا بِالتَّوَاتُرِ، الْمُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ، الْمُعْجِزُ بِأَقْصَرِ سُوْرَةٍ مِنْهُ.

    Artinya:
    Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan lafaz bahasa Arab, tertulis di dalam mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, bernilai ibadah bila dibaca, dan bersifat mukjizat sekalipun hanya dengan satu surat terpendek.

  • Menurut al-Baidlawi:
    "Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, ditulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir, dan membacanya adalah ibadah."

👉 Jadi, Al-Qur’an bukan sekadar kitab biasa, melainkan wahyu Allah yang terjaga otentisitasnya.


2. Nama-nama lain Al-Qur’an

Al-Qur’an memiliki banyak nama, menunjukkan kemuliaannya:

  1. Al-Qur’an (ٱلْقُرْآن) – berarti bacaan yang sempurna. (QS. Al-Isrā’: 9)

  2. Al-Kitāb (ٱلْكِتَاب) – kitab yang tertulis. (QS. Al-Baqarah: 2)

  3. Al-Furqān (ٱلْفُرْقَان) – pembeda antara yang haq dan batil. (QS. Al-Furqān: 1)

  4. Adz-Dzikr (ٱلذِّكْر) – pengingat/pelajaran. (QS. Al-Hijr: 9)

  5. At-Tanzīl (ٱلتَّنْزِيل) – yang diturunkan. (QS. Asy-Syu‘arā’: 192)

  6. Al-Hudā (ٱلْهُدَى) – petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 2)

  7. Asy-Syifā’ (ٱلشِّفَاء) – obat penawar. (QS. Al-Isrā’: 82)

  8. Ar-Rūḥ (ٱلرُّوح) – penghidup jiwa. (QS. Asy-Syūrā: 52)

  9. An-Nūr (ٱلنُّوْر) – cahaya. (QS. An-Nisā’: 174)

  10. Al-Mubīn (ٱلْمُبِين) – penjelas. (QS. Yūsuf: 1)


3. Karakteristik Al-Qur’an

  1. Kalam Allah, bukan makhluk.

  2. Mukjizat terbesar Nabi Muhammad ﷺ.

  3. Ditulis dalam bahasa Arab yang fasih dan baligh.

  4. Diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun.

  5. Terpelihara dari perubahan (QS. Al-Hijr: 9).

  6. Menjadi ibadah bila dibaca (setiap huruf bernilai pahala).

  7. Universal, berlaku sepanjang zaman.


4. Kedudukan Al-Qur’an

  • Sebagai petunjuk hidup (hudan linnās).

  • Sebagai syafaat di akhirat (HR. Muslim).

  • Sebagai sumber hukum Islam (al-ahkām al-syar‘iyyah).

  • Sebagai pedoman akhlak dan adab.

  • Sebagai pengikat persaudaraan umat Islam.


5. Fungsi dan Manfaat Al-Qur’an

  1. Petunjuk bagi manusia (QS. Al-Baqarah: 185).

  2. Pembeda antara kebenaran dan kebatilan.

  3. Obat hati dan penenang jiwa.

  4. Sumber ilmu pengetahuan.

  5. Motivasi untuk beramal shaleh.

  6. Syafaat bagi pembacanya di hari kiamat.


6. Keistimewaan Al-Qur’an dibanding kitab lain

  • Terjaga dari perubahan.

  • Bersifat menyeluruh (komprehensif).

  • Berlaku sepanjang zaman.

  • Mudah dihafalkan (QS. Al-Qamar: 17).

  • Mukjizat yang abadi.


7. Sejarah Turunnya Al-Qur’an

  • Diturnkan pada malam Lailatul Qadr (QS. Al-Qadr: 1).

  • Pertama kali turun: Surat Al-‘Alaq ayat 1–5.

  • Terakhir turun: menurut jumhur ulama, QS. Al-Mā’idah: 3.

  • Turun berangsur selama 23 tahun (13 tahun di Makkah, 10 tahun di Madinah).


8. Pembukuan Al-Qur’an

  1. Masa Rasulullah ﷺ – Al-Qur’an dihafal oleh para sahabat, sebagian ditulis di pelepah kurma, tulang, batu tipis.

  2. Masa Abu Bakar – dikumpulkan dalam satu mushaf oleh Zaid bin Tsabit.

  3. Masa Utsman bin ‘Affān – distandarkan bacaannya menjadi satu mushaf resmi (Mushaf Utsmani), dikirim ke berbagai wilayah.


9. Adab terhadap Al-Qur’an

  • Membaca dengan wudhu.

  • Membaca dengan tartil dan khusyu‘.

  • Mengamalkan isi kandungannya.

  • Menghormati mushaf (tidak diletakkan di tempat hina).

  • Memperbanyak tadabbur dan tafsir.


10. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang menjadi petunjuk, rahmat, cahaya, dan mukjizat abadi bagi umat manusia. Setiap muslim wajib membaca, menghafalkan, memahami, dan mengamalkan isi kandungannya, karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup di dunia dan penolong di akhirat.

klik lalu tonton

1. Pengertian

  • Asbābun Nuzūl (أسباب النزول) berarti sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an.

  • Ilmu Asbābun Nuzūl adalah ilmu yang membahas tentang latar belakang, peristiwa, atau pertanyaan yang menjadi sebab turunnya suatu ayat.


2. Fungsi dan Urgensi

  1. Menjelaskan makna ayat → membantu memahami maksud ayat secara lebih tepat.

  2. Menentukan hukum syariat → memperjelas kapan, di mana, dan dalam kondisi apa hukum itu berlaku.

  3. Menghilangkan keraguan → ayat-ayat yang nampak bertentangan dapat dipahami dengan konteks turunnya.

  4. Mengetahui hikmah syariat → memahami mengapa Allah menurunkan suatu hukum.


3. Macam-Macam Asbābun Nuzūl

  1. Turun karena peristiwa tertentu
    Contoh: QS. Al-Baqarah: 114 tentang larangan menghalangi orang dari masjid.

  2. Turun karena pertanyaan sahabat
    Contoh: QS. Al-Baqarah: 189 tentang hilal (bulan sabit), turun menjawab pertanyaan sahabat.


4. Sumber Asbābun Nuzūl

  • Riwayat sahabat → yang menyaksikan langsung peristiwa turunnya ayat.

  • Riwayat tabi’in → murid sahabat, namun tingkatannya di bawah sahabat.

  • Tidak boleh hanya berdasarkan akal atau perkiraan, harus ada riwayat yang sahih.


5. Kaedah Penting

  • Al-‘Ibrah bi ‘Umūm al-Lafẓ lā bi Khushūṣ as-Sabab
    (Pelajaran hukum diambil dari umum lafadz ayat, bukan hanya dari khusus sebabnya).
    ➝ Artinya, meski ayat turun karena kasus tertentu, hukumnya tetap berlaku umum.


6. Contoh Asbābun Nuzūl

  1. QS. Al-Mujādilah: 1
    Turun karena Khawlah binti Tsa’labah mengadu kepada Rasulullah tentang zhihar suaminya.

  2. QS. Al-Baqarah: 219
    Turun menjawab pertanyaan tentang hukum khamr dan judi.


7. Kesimpulan

Ilmu Asbābun Nuzūl sangat penting untuk:

  • Memahami tafsir Al-Qur’an dengan benar.

  • Mengetahui konteks historis turunnya ayat.

  • Menghindari salah penafsiran hukum dan makna.